Martabat Bahasa
Martabat Bahasa
Daftar Rujukan
Menurut Poedjosoedarmo (2001:29), martabat bahasa
adalah tinggi atau rendahnya derajat bahasa di mata pemakainya atau orang
asing. Kemampuan bahasa untuk memenuhi berbagai keperluan komunikasi menentukan
derajat suatu bahasa. Semakin besar kemampuan bahasa untuk menyampaikan segala
macam hal dalam suatu masyarakat, semakin tinggi derajat bahasa itu. Sementara
itu, menurut Rahardi (2006:5), martabat bahasa adalah tinggi rendahnya bahasa
dilihat dari pemakainya. Tinggi atau rendahnya martabat bahasa sebenarnya
ditentukan oleh luas sempitnya cakupan bahasa dalam menyampaikan pesan para
pemakainya. Salah satu hal yang dapat menopang martabat bahasa adalah pembakuan
tata tulis dan ejaan serta aspek bahasa lainnya.
Unsur yang menunjang agar bahasa tersebut dapat
dianggap bermartabat adalah bahasa itu harus kaya dalam perbendaharaan kata,
idiom, kalimat, dan hal lainnya untuk menyampaikan berbagai pesan atau
informasi dalam segala aspek kehidupan. Bahasa dapat dikatakan bermartabat jika
bahasa itu dapat digunakan dalam semua aspek kehidupan. Jadi, jika bahasa itu
dapat digunakan untuk menyampaikan hal-hal yang penting dalam kehidupan manusia
seperti hal-hal yang bersifat religius, politis, ilmiah, dan sebagainya, bahasa
itu dapat dianggap memiliki martabat yang tinggi.
Menurut Poedjosoedarmo (2001:37-51), ada beberapa
faktor yang mempengaruhi bahasa tersebut menjadi bahasa yang bermartabat, yaitu
pemakaian dan kreativitas, peradaban bangsa, sistem tulis, pembakuan, kaya, dan
jumlah penutur. Pertama, dalam hal pemakaian dan kreativitas, agar bahasa
tersebut bermartabat, bahasa tersebut haruslah dipakai secara terus menerus.
Selain itu, jika bahasa tersebut digunakan dalam berbagai bidang, terutama
bidang-bidang yang dianggap penting oleh para pemakainya, martabat bahasa itu
pun akan naik.
Kedua, dalam hal peradaban bangsa, biasanya semakin
hebat kemampuan bangsa, ada kemungkinan juga semakin hebat kemampuan bahasanya.
Bangsa yang maju berarti telah menguasai berbagai segi ilmu dan teknologi untuk
mengatur masyarakatnya, serta berbagai teknik untuk memenuhi keperluannya.
Untuk sampai pada hal seperti, saling komunikasi antaranggota masyarakat dengan
topik pembicaraan hal-hal yang menyangkut berbagai segi kehidupan yang maju itu
pun harus dilakukan. Sebagai akibatnya, berbagai istilah, idiom, dan pola tutur
pun harus dikembangkan juga. Oleh karena itu, bahasanya pun harus berkembang
dan mampu dipakai untuk berbagai segi komunikasi itu.
Ketiga, dalam hal sistem tulis, umumnya semua bahasa
yang bermartabat tinggi mempunyai sistem tulis. Sistem tulis dapat membantu
bahasa tersebut untuk dipakai oleh masyarakat luas dan membantu menyediakan
hal-hal yang dapat dipakai sebagai dasar untuk adanya kemajuan yang lebih
lanjut. Selain itu, sistem tulis juga mempercepat adanya proses pembakuan yang
selanjutnya diperlukan bagi adanya perkembangan.
Keempat, dalam hal pembakuan, yaitu adanya sistem
tulis umumnya dibarengi dengan adanya standardisasi (pembakuan) dalam bahasa
tersebut. Melalui sistem tulis, gramatika bahasa, ucapan kata dan idiom, dan
berbagai format register dapat menjadi lebih baku dan lebih mapan. Selain itu,
standardisasi juga diperlukan untuk memudahkan pemahaman pesan dan
pemakaiannya, serta agar bahasa dapat dipakai oleh anggota masyarakat dari
berbagai daerah, golongan, dan tingkat.
Kelima, dalam hal kekayaan bahasa, agar bahasa
tersebut dapat dikatakan sebagai bahasa yang bermartabat, bahasa tersebut harus
kaya dari segi perbendaharaan kata, idiom, dan sebagainya. Hal ini karena
bahasa yang kaya dapat mempermudah penutur bahasa tersebut untuk mengungkapkan
gagasan, pemikiran, ide atau perasaannya. Oleh karena itu, berbagai istilah,
pola-pola kalimat, sebab dan akibat, berbagai keterangan tindakan, dan berbagai
aspek kebahasaan yang lain sangat diperlukan untuk mengomunikasikan seluruh
gagasan-gagasan tersebut.
Keenam, dalam hal jumlah penutur, penutur yang
banyak dapat menyebabkan suatu bahasa menjadi lebih bermartabat. Hal ini
karena, adanya penutur yang besar dapat berarti munculnya kreativitas yang
besar. Di dalam masyarakat dengan jumlah anggota yang besar, interaksi dapat
terjadi dengan mudah, berbagai spesialisasi juga mudah, dan keperluan juga
dapat semakin beragam. Oleh karena itu, kreativitas pun dapat dipermudah.
Selain itu, jumlah penutur yang banyak dapat berarti adanya pembakuan yang
baik. Akan tetapi, tidak selalu bahasa yang didukung oleh pemakai yang baik
mempunyai martabat yang tinggi.
Usaha untuk menjadikan bahasa Indonesia menjadi
lebih bermartabat sebenarnya sudah mulai tampak. Usaha ini ditandai dengan
didirikannya Pusat Bahasa dan diterbitkannya Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Tidak hanya itu, berdasarkan UU No. 20/2003
dan PP No. 19/2005, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai mata kuliah wajib di
seluruh perguruan tinggi negeri dan swasta. Selanjutnya, pada tahun 2006,
melalui SK Dikti No. 43, bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK).
Poedjosoedarmo,
Soepomo. 2001. Filsafat Bahasa.
Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Rahardi,
Kunjana. 2006. Dimensi-Dimensi
Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Indonesia Terkini. Jakarta: Erlangga.